Arsitektur Organik untuk Kawasan Pariwisata Berkelanjutan Konsep Pembangunan Berwawasan Lingkungan dan Arsitektur Organik Pembangunan berwawasan lingkungan tidak hanya sebatas pada desain perumahan, tetapi juga dapat diperluas dalam konteks pembangunan kawasan pariwisata berkelanjutan. Konsep ini sangat relevan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya Tujuan 3 (Kehidupan Sehat), Tujuan 9 (Inovasi dan Infrastruktur), dan Tujuan 11 (Kota dan Permukiman Berkelanjutan). Secara spesifik, konsep pembangunan ini merujuk pada Arsitektur Organik yang dikembangkan oleh Frank Lloyd Wright (1867-1959), yang menekankan pembuatan bangunan yang bersatu dan harmonis dengan lingkungan alaminya. Konsep ini patut dipertimbangkan dan diduplikasi oleh pemerintah daerah dan pelaku UMKM sebagai model pengembangan pariwisata berkelanjutan. Ciri-Ciri dan Penerapan dalam Kawasan Pariwisata Arsitektur Organik dicirikan oleh desain bangunan yang melibatkan potensi dan harmoni lingkungan, pola tapak bangunan yang seolah-olah tumbuh, penggunaan bahan yang cenderung sederhana dan tenang, serta efek melindungi bagi penghuni agar tidak terlalu terekspos. Penerapan konsep ini di kawasan pariwisata melibatkan beberapa aspek penting, yaitu konservasi dan pelestarian lingkungan, penekanan pada keunikan alam, pemberdayaan dan partisipasi aktif masyarakat lokal, serta upaya mengurangi penciptaan karbon dan kerusakan lingkungan. Penerapan pola arsitektur ini akan menciptakan nuansa tenang, harmonis, dan memperkuat pelestarian lingkungan hidup. Dampak dan Manfaat Pengembangan Berkelanjutan Konsep Arsitektur Organik perlu dipertimbangkan sebagai model utama dalam rencana strategis pengembangan pariwisata daerah. Penerapan ini tidak hanya menjadikan kawasan pariwisata semakin unik dan menarik, tetapi juga memposisikannya sebagai pusat penguatan kualitas lingkungan hidup berkelanjutan. Indonesia, dengan kekayaan keindahan alamnya, dapat menerapkan konsep ini secara bertahap untuk menjaga keunikan alami kawasan pariwisata. Realisasi konsep tersebut menghasilkan dua manfaat utama: pemanfaatan sumber daya alam untuk kemakmuran masyarakat dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu kawasan paru-paru dunia karena kualitas lingkungannya yang terjaga. Terobosan Strategis Pemerintah Daerah dan Pelaku UMKM Pemerintah daerah dapat melakukan tiga terobosan utama: menetapkan desain pembangunan dan pengembangan kawasan pariwisata berdasarkan konsep Arsitektur Organik dalam RPJMD dan Renstra Pariwisata Daerah; membangun branding arsitektur organik dalam pengelolaan kawasan; dan meningkatkan literasi terkait konsep ini kepada para pengembang dan pelaku UMKM. Sementara itu, pelaku UMKM memiliki peran pendukung dengan mendesain toko atau tempat usaha mereka selaras dengan kondisi alam setempat dan menjamin kualitas serta kelestarian lingkungan dengan mengikuti prinsip-prinsip Arsitektur Organik. Read More Read More
Koperasi Peternakan sebagai Salah Satu Bentuk KMP: Sebuah Pemikiran
Koperasi Peternakan sebagai Salah Satu Bentuk KMP: Sebuah Pemikiran Peluang dan Potensi Koperasi Peternakan Koperasi peternakan memiliki potensi besar untuk menjadi pilar ekonomi kerakyatan, sejalan dengan Astacita Presiden. Peluang utamanya adalah meningkatkan kesejahteraan peternak dan masyarakat sekitar dengan memungkinkan peternak meningkatkan skala usaha, kualitas produk, dan akses pasar. Selain itu, koperasi berfungsi sebagai wadah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peternak, yang berujung pada peningkatan produktivitas. Bisnis peternakan juga menciptakan banyak peluang pekerjaan, mulai dari sektor hulu (pembibitan, pakan) hingga hilir (Program Makan Bergizi Gratis, restoran, pengelolaan pupuk), yang dapat menyerap tenaga kerja baik dengan latar belakang keilmuan peternakan maupun tidak. Jika dikelola secara efisien, bisnis peternakan melalui koperasi dapat menghasilkan efek pengganda (multiplier effect) ekonomi yang signifikan di desa. Tantangan yang Dihadapi Koperasi Peternakan Meskipun potensinya besar, koperasi peternakan saat ini masih menghadapi tantangan signifikan. Tantangan utamanya adalah keterbatasan akses modal dan sumber daya produksi. Banyak koperasi masih bergantung pada modal sendiri, sehingga sulit untuk meningkatkan skala usaha dan kualitas. Selain itu, peternak kecil di desa seringkali masih bergantung pada tengkulak atau pedagang yang dominan dalam menentukan harga, yang merugikan peternak. Peran Koperasi Merah Putih (KMP) dalam Mengatasi Tantangan Koperasi Merah Putih (KMP) dapat memainkan peran krusial dengan mengambil alih rantai pasok (supply chain) bisnis peternakan yang selama ini dikuasai pemodal besar atau tengkulak. Dengan perpindahan rantai pasok ke KMP, koperasi tidak hanya memberikan manfaat bagi peternak tetapi juga bagi masyarakat luas. Dampak konkritnya adalah harga produk peternakan yang sering berfluktuasi (cenderung naik) akan lebih mudah dikendalikan. Hal ini akan menciptakan kemandirian peternak di desa dan meningkatkan daya beli masyarakat terhadap produk peternakan. Dukungan dan Langkah Pengembangan Untuk mewujudkan potensi tersebut, koperasi peternakan memerlukan dukungan optimal dari pemerintah dan masyarakat dalam kerangka Koperasi Merah Putih. Dukungan ini meliputi kemudahan akses modal, penyediaan pelatihan dan pendampingan, serta perluasan akses pasar. Selain itu, sangat penting untuk segera meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam koperasi, serta meningkatkan kapasitas dan kapabilitas para pengurus dan anggota koperasi. Tiga Posisi Strategis Koperasi dalam Kerangka KMP Koperasi peternakan memiliki tiga posisi strategis dalam kerangka pengembangan bisnis KMP. Pertama, koperasi peternakan dapat menjadi anggota KMP, membentuk klaster bisnis peternakan rakyat yang efisien. Kedua, KMP dapat membuka gerai produk-produk peternakan yang bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk Program Makan Bergizi Gratis (SPPG) dan restoran. Ketiga, KMP dapat berperan sebagai mitra dan pembina bagi peternak, berfungsi sebagai penyedia modal sekaligus pendamping pengembangan bisnis di tingkat desa. Ketiga posisi ini adalah bukti kemampuan KMP untuk mengurangi dominasi pemodal besar dan meningkatkan kemandirian ekonomi peternak. Read More Read More
Penguatan Kerjasama antara PSP-KUMKM LPPM UNS dengan Dinas Koperasi dan Tenaga Kerja Kabupaten Boyolali
Penguatan Kerjasama antara PSP-KUMKM LPPM UNS dengan Dinas Koperasi dan Tenaga Kerja Kabupaten Boyolali Pada hari Selasa tanggal 28 Oktober 2025, Pengurus PSP-KUMKM LPPM UNS mengadakan kunjungan ke Dinas Koperasi dan Tenaga Kerja Kabupaten Boyolali. Kunjungan ini dimaksudkan untuk memperkuat kerjasama antara institusi dalam pengembangan dan penguatan koperasi dan UKM di Kabupaten Boyolali. Pengurus PSP-KUMKM diterima oleh Kabid Koperasi Kabupaten Boyolali dan beberapa staf. Sementara itu, Pengurus PSP-KUMKM didampingi oleh beberapa mahasiswa UNS. Pada kesempatan ini, Pengurus PSP-KUMKM mengutarakan beberapa isu yang menjadi perhatian pusat studi terkait koperasi dan UMKM. Pertama, pusat studi ini menempatkan pengembangan Koperasi Merah Putih (KMP) sebagai salah satu sasaran strategis peta jalan P2M. Kedua, pengembangan UMKM diarahkan kepada dua proses bisnis terdiri atas UMKM Naik Kelas dan keanggotaan usaha mikro dan kecil di KMP. Ketiga, PSP-KUMKM berinisiatif untuk memadukan rencana kerja P2M tahun 2026 dengan rencana kerja bidang koperasi dan UKM Kabupaten Klaten. Ibu Kabid Koperasi Kabupaten Boyolali memberikan apresiasi dan respon yang baik terhadap kunjungan dan pokok bahasan yang disampaikan oleh Pengurus PSP-KUMKM. Beberapa informasi penting yang disampaikan oleh Ibu Kabid Koperasi adalah: (a) Dinas Koperasi dan Tenaga Kerja Kabupaten Boyolali telah menerima penugasan dari Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah untuk melaksanakan pelatihan SDM KDKMP selama bulan November 2025 untuk para pengurus; (b) para pengurus koperasi masih memerlukan pembinaan dan pendampingan pelaporan keuangan usaha, perencanaan bisnis, dan digitalisasi bisnis; (c) pada tahun 2026 kegiatan pengembangan koperasi diarahkan untuk peningkatan kompetensi SDM dan penguatan praktik bisnis; dan (d) proses pengembangan koperasi memerlukan kontribusi berbagai pihak termasuk PSP-KUMKM LPPM UNS. Oleh sebab itu, PSP-KUMKM LPPM UNS diharapkan dapat menjadikan pengembangan koperasi di Kabupaten Boyolali sebagai salah satu program kerja di tahun 2026. Boyolali, 28 Oktober 2025
Penguatan Kerjasama antara PSP-KUMKM LPPM UNS dengan Dinas Koperasi, UKM dan Perdagangan Kabupaten Klaten
Penguatan Kerjasama antara PSP-KUMKM LPPM UNS dengan Dinas Koperasi, UKM dan Perdagangan Kabupaten Klaten Pada hari Senin tanggal 13 Oktober 2025, Pengurus PSP-KUMKM LPPM UNS mengadakan kunjungan ke Dinas Koperasi, UKM dan Perdagangan Kabupaten Klaten. Kunjungan ini dimaksudkan untuk memperkuat kerjasama antara institusi dalam pengembangan dan penguatan koperasi dan UKM di Kabupaten Klaten. Pengurus PSP-KUMKM diterima oleh Kabid Koperasi Kabupaten Klaten dan beberapa staf. Sementara itu, Pengurus PSP-KUMKM didampingi oleh beberapa mahasiswa UNS. Pada kesempatan ini, Pengurus PSP-KUMKM mengutarakan beberapa isu yang menjadi perhatian pusat studi terkait koperasi dan UMKM. Pertama, pusat studi ini menempatkan pengembangan Koperasi Merah Putih (KMP) sebagai salah satu sasaran strategis peta jalan P2M. Kedua, pengembangan UMKM diarahkan kepada dua proses bisnis terdiri atas UMKM Naik Kelas dan keanggotaan usaha mikro dan kecil di KMP. Ketiga, PSP-KUMKM berinisiatif untuk memadukan rencana kerja P2M tahun 2026 dengan rencana kerja bidang koperasi dan UKM Kabupaten Klaten. Ibu Kabid Koperasi Kabupaten Klaten memberikan apresiasi dan respon yang baik terhadap kunjungan dan pokok bahasan yang disampaikan oleh Pengurus PSP-KUMKM. Beberapa informasi penting yang disampaikan oleh Ibu Kabid Koperasi adalah: (a) Dinas Koperasi, UKM dan Perdagangan Kabupaten Klaten telah menerima hibah peralatan pengembangan/pembuatan kemasan produk UMKM dari pemerintah pusat; (b) pengelolaan hibah peralatan tersebut diserahkan kepada Koperasi Mentari Karya Sejahtera (MKS) yang beranggotakan lebih dari 50 usaha mikro; (c) jumlah KMP yang sudah mempunyai legalitas usaha adalah sebanyak 401 unit; (d) pada tahun 2026 kegiatan pengembangan koperasi diarahkan untuk meningkatkan kompetensi SDM dan penguatan praktik bisnis; (e) proses pengembangan koperasi memerlukan kontribusi berbagai pihak termasuk PSP-KUMKM LPPM UNS. Oleh sebab itu, PSP-KUMKM LPPM UNS diharapkan dapat menjadikan pengembangan koperasi di Kabupaten Klaten sebagai salah satu program kerja di tahun 2026. Klaten, 13 Oktober 2025
Bulan Oktober Sebagai Bulan Perlindungan Ekonomi Mikro
Bulan Oktober Sebagai Bulan Perlindungan Ekonomi Mikro Pentingnya Perlindungan Asuransi Mikro untuk Usaha Kecil Perayaan Hari Asuransi setiap tanggal 18 Oktober menyoroti perlunya perlindungan bagi segmen usaha mikro, yang didefinisikan memiliki omset maksimal Rp2 Miliar dan modal bersih maksimal Rp1 Miliar per tahun. Meskipun OJK telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 9/SEOJK.05/2017 mengenai Produk Asuransi Mikro, tingkat inklusi produk ini belum meningkat signifikan. Para pelaku usaha mikro—seperti pedagang pasar, PKL, petani, peternak, dan nelayan—kurang memiliki perhatian untuk melindungi diri dan usaha mereka dalam jangka pendek maupun panjang, menjadikannya sektor yang sangat rentan. Tiga Kendala Utama Pengembangan dan Akses Asuransi Mikro Terdapat tiga kendala utama yang menghambat pengembangan asuransi mikro. Pertama, rendahnya literasi, di mana banyak pelaku usaha tidak mengetahui dan memahami produk, manfaat (santunan), dan biaya premi yang relatif murah, yaitu sekitar Rp50.000 per tahun. Kedua, minimnya akses dan fasilitasi pendaftaran karena tidak adanya loket yang dekat dengan lokasi usaha mereka. Ketiga, kondisi inklusi terhambat oleh kebutuhan mendesak para pelaku usaha untuk memprioritaskan biaya operasional harian atau perluasan usaha, diperparah oleh persaingan dengan pemasaran daring, yang mengakibatkan transaksi premi belum maksimal. Relevansi Asuransi Mikro dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Perlindungan usaha mikro melalui asuransi mikro memiliki kaitan erat dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Hal ini mendukung Tujuan ke-8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi) dengan memberikan kepastian perlindungan usaha; Tujuan ke-9 (Industri, Inovasi dan Infrastruktur) dengan mendorong industrialisasi; Tujuan ke-10 (Berkurangnya Kesenjangan) melalui peningkatan kualitas pengembangan usaha mikro; serta Tujuan ke-17 (Kemitraan untuk Mencapai Tujuan) dengan menciptakan kolaborasi bisnis yang saling menguntungkan antara penyedia asuransi dan pelaku usaha. Terobosan Strategis untuk Peningkatan Literasi dan Inklusi Diperlukan sejumlah terobosan untuk meningkatkan literasi dan inklusi. Langkah-langkah strategis yang harus dilakukan meliputi sosialisasi intensif melalui media daring dan program pengabdian masyarakat (KKN); fasilitasi pendaftaran melalui kerja sama dengan paguyuban, asosiasi usaha, dan perbankan; peningkatan kualitas tata kelola perusahaan asuransi disertai jaminan keamanan data; serta peningkatan pengawasan oleh OJK terhadap transaksi premi. Upaya ini penting untuk membangun faktor kepercayaan dan motivasi, yang akan mendorong partisipasi aktif pelaku usaha mikro dalam berasuransi untuk jangka panjang. Read More Read More
Penguatan Komunikasi dalam Proyek Strategis Nasional dan Kelangsungan Hidup Petani
Penguatan Komunikasi dalam Proyek Strategis Nasional dan Kelangsungan Hidup Petani Suara Petani di Tengah Pembangunan Infrastruktur Pembangunan jalan tol, meskipun menjanjikan kemajuan dan pertumbuhan ekonomi, sering kali menimbulkan dilema besar bagi petani. Lahan sawah yang merupakan warisan turun-temurun dan identitas mereka harus rela tergusur dan diganti dengan aspal mulus. Meski para petani mendapatkan uang ganti rugi yang layak, secara psikologis, mereka merasa senang sekaligus sedih, terutama jika lahan pertanian itu adalah satu-satunya sumber penghidupan keluarga. Pertanyaannya, apakah suara mereka benar-benar didengar saat keputusan ini diambil? Di Klaten, misalnya, ratusan hektare sawah produktif digusur untuk pembangunan jalan tol, meninggalkan para petani dalam kebingungan dan kegamangan. Kesenjangan Komunikasi dan Dampaknya Keresahan ini diperparah oleh minimnya informasi dan komunikasi yang jelas dari pihak pelaksana proyek. Sebuah penelitian oleh Utami, dkk. (2023) menunjukkan bahwa informasi yang diterima petani sering tidak lengkap, terutama terkait besaran dan tahapan ganti rugi. Pertemuan tatap muka yang seharusnya menjadi ruang dialog justru sangat terbatas, menciptakan “cognitive dissonance” atau perasaan tidak nyaman akibat kebingungan. Hal ini disebabkan oleh pendekatan komunikasi yang cenderung satu arah, atau top-down, di mana pemerintah berbicara dan warga hanya mendengarkan. Tanpa empati dan dialog, pola komunikasi seperti ini memicu kecurigaan dan resistensi dari masyarakat yang terdampak. Terobosan untuk Komunikasi Inklusif Untuk memastikan pembangunan berjalan lancar dan humanis, pemerintah perlu beralih ke pola komunikasi dua arah yang konsisten. Ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan tokoh masyarakat lokal sebagai jembatan informasi yang tepercaya. Selain itu, pemerintah dapat mengadakan pertemuan rutin berbasis kelompok tani dan menggunakan teknologi sederhana seperti grup WhatsApp untuk menyebarkan informasi terbaru. Peningkatan kapasitas petani juga penting, misalnya melalui edukasi keuangan dan pelatihan keterampilan baru agar mereka siap menghadapi perubahan mata pencaharian. Langkah-langkah sederhana ini dapat meredam ketegangan dan membangun jembatan menuju penerimaan bersama. Membangun Pembangunan yang Humanis Pembangunan infrastruktur bukanlah sekadar soal beton dan aspal, melainkan juga tentang manusia yang terdampak. Jika pemerintah benar-benar ingin proyek strategis nasional berjalan sukses, mereka harus mulai dengan mendengarkan suara petani. Pembangunan harus menjadi undangan untuk maju bersama, bukan perintah untuk menggusur. Dengan memastikan setiap orang yang terdampak merasa didengar, dihargai, dan dilibatkan sejak awal hingga akhir, kita dapat mewujudkan pembangunan yang inklusif dan partisipatif, di mana kemajuan tidak akan pernah kehilangan akarnya. Read More Read More
Tekanan Efisiensi Fiskal Dan Terobosan Pendapatan Asli Daerah
Tekanan Efisiensi Fiskal Dan Terobosan Pendapatan Asli Daerah Efisiensi Fiskal dan Respons Pemerintah Daerah Pemerintah pusat telah menetapkan efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56 Tahun 2025. Kebijakan ini menyasar belanja kementerian/lembaga dan transfer ke daerah dengan tujuan mengalihkan alokasi pengeluaran untuk mendukung program prioritas nasional. Meskipun kebijakan ini tidak dimaksudkan sebagai kontraksi fiskal, namun menuntut respons cepat dan tepat dari pemerintah daerah. Kesiapan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam menghadapi dinamika ini sangat penting untuk menjaga kesehatan fiskal dan stabilitas ekonomi di daerah masing-masing. Dua Skenario Respons Pemerintah Daerah Dalam merespons kebijakan efisiensi ini, pemerintah daerah memiliki dua pilihan utama. Pertama, bagi mereka yang tidak siap, kecenderungan untuk menaikkan pajak dan retribusi daerah akan muncul, dengan alasan tarif yang sudah lama tidak disesuaikan. Pilihan ini perlu dipertimbangkan ulang karena dapat memberatkan masyarakat dan mengganggu stabilitas ekonomi. Pilihan kedua, yang lebih proaktif, adalah menunda program dan kegiatan yang tidak mendesak. Skenario ini, meskipun berisiko menurunkan aktivitas ekonomi di beberapa sektor, dapat diatasi dengan langkah-langkah efisiensi internal seperti penghematan biaya operasional dan optimalisasi layanan publik melalui media daring. Strategi Mengantisipasi Dampak Negatif Untuk menghadapi potensi penurunan ekonomi dan risiko pengangguran akibat efisiensi, pemerintah daerah dapat mengambil beberapa langkah strategis. Salah satunya adalah mengurangi biaya operasional seperti penghematan listrik, perjalanan dinas, dan konsumsi rapat. Selain itu, penggunaan jasa konsultan harus dibatasi hanya untuk kegiatan yang memiliki dampak langsung terhadap penciptaan aktivitas ekonomi produktif atau penyerapan tenaga kerja. Untuk mengatasi potensi pengangguran, pemerintah daerah dapat mengaktifkan balai latihan kerja yang ada untuk membina korban PHK atau pengangguran usia produktif menjadi wirausaha atau mitra UMKM. Kemitraan dengan asosiasi usaha, perguruan tinggi, dan lembaga pendidikan profesi juga bisa ditingkatkan untuk memanfaatkan sumber daya secara lebih produktif. Terobosan untuk Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Mengingat tantangan ini, pemerintah daerah perlu melakukan terobosan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Terobosan ini mencakup evaluasi menyeluruh terhadap sumber-sumber pendapatan, meluncurkan program pemutihan pajak kendaraan bermotor dan pajak bumi dan bangunan hingga akhir tahun 2025, serta menata ulang retribusi parkir dan reklame dengan sistem daring. Optimalisasi aset daerah juga bisa dilakukan melalui kerja sama dengan asosiasi usaha atau melelang jabatan manajerial aset kepada profesional. Langkah efisiensi lainnya adalah melelang kendaraan dinas yang berusia lebih dari 15 tahun dan membatasi fasilitas kendaraan dinas hanya untuk pejabat eselon tertinggi. Langkah-langkah ini bertujuan memangkas biaya dan meningkatkan pendapatan daerah secara signifikan. Read More Read More
Penerapan Teknologi Tepat Guna untuk Beras Organik di Kabupaten Boyolali
Penerapan Teknologi Tepat Guna untuk Beras Organik di Kabupaten Boyolali Pada tanggal 29 Agustus 2025, Tim Pengabdian Masyarakat PSP-KUMKM LPPM UNS menyerahkan beberapa peralatan untuk meningkatkan kualitas produk beras organik di APOB Kabupaten Boyolali. Alat ini terdiri atas 1 kipas blower dan 2 magnet. Kedua jenis alat ini digunakan untuk menyaring dan membersihkan semua limbah penyerta padi/gabah selama proses penggilingan. Hasil akhir yang akan diperoleh setelah menggunakan alat-alat tersebut adalah produk beras organik yang bersih dan siap dipasarkan. Penyerahan alat-alat tersebut juga sebagai kontribusi dan jawaban langsung atas kebutuhan atau permasalahan APOB untuk menghasilkan kualitas beras organik yang semakin bagus. Tim pengabdian masyarakat yang hadir pada acara ini adalah sebanyak empat orang. Mereka adalah Bapak Malik Cahyadin, Bapak Raden Kunto Adi, Bapak Rendi Fathoni Hadi, dan Ibu Bekti Wahyu Utami. Sementara itu, penerima hibah peralatan Adalah Ketua APOB (Bapak Murbowo). Kipas blower dan magnet akan dirangkai menjadi 1 alat utuh sebagaimana terlihat pada gambar dibawah ini. Rangkaian alat ini memerlukan kerangka kayu sebagai wadah beras yang akan disaring. Penggunaan alat penyaring limbah padi atau gabah ini tidak hanya meningkatkan kualitas beras organik yang dipasarkan oleh APOB tetapi juga menempatkan APOB sebagai penyedia dan pemasar beras organik premium di Kabupaten Boyolali. Wilayah pemasaran Sebagian besar beras organik adalah Jakarta. Harapannya, jangkauan pemasaran beras organik tersebut adalah semau kota-kota besar di Indonesia. Boyolali, 29 Agustu 2025
Capacity Building Oleh PSP-KUMKM LPPM UNS
Capacity Building Oleh PSP-KUMKM LPPM UNS Pengembangan UMKM di Indonesia didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Selanjutnya, pada saat ini, pemerintah telah menetapkan pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih melalui Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Merespon perkembangan keduanya, maka PSP-KUMKM LPPM UNS mengadakan kegiatan Capacity Building untuk para anggota pada tanggal 12-13 Juli 2025. Kegiatan ini diikuti oleh sebagian besar anggota PSP-KUMKM. Pada saat ini, komposisi anggota berdasarkan tingkat pendidikan adalah 3 orang professor, 11 orang doktor, 6 orang sedang studi lanjut program doktor, dan 1 orang magister. Total anggota adalah 21 orang. Para anggota tersebut berasal dari 4 fakultas/sekolah vokasi. Capacity building yang telah dilakukan oleh PSP-KUMKM bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang kebijakan dan perkembangan terkini Koperasi dan UMKM di Indonesia. Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan untuk meningkatkan softskill para anggota dalam bentuk kerjasama tim dan sinergi/kolaborasi dalam pengembangan pusat studi dan pelaksanaan Tri Dharma PT (P2M). Lokasi pelaksanaan kegiatan adalah Villa & Kopi Omah Kita Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Selama kegiatan ini, beberapa materi tentang kelembagaan dan perkembangan kinerja pusat studi juga disampaikan. Pertama, kinerja pusat studi mempunyai indeks sebesar 2.067. Kondisi ini perlu ditingkatkan melalui beberapa cara, yaitu: peningkatan publikasi karya ilmiah di jurnal nasional dan internasional bereputasi dengan mencantumkan afiliasi pusat studi; peningkatan kontrak kerjasama P2M dengan mitra pemerintah daerah dan industri; peningkatan kualitas pengelolaan website PSP-KUMKM dan Jurnal COSMED. Kedua, analisis SWOT lembaga mengarah pada orientasi penguatan dan perluasan kerjasama kemitraan dengan dukungan sertifikasi kompetensi pendamping UMKM dan Koperasi yang telah dimiliki oleh para anggota. Ketiga, roadmap pusat studi menekankan kontribusi PSP-KUMKM yang semakin signifikan dalam pengembangan Koperasi dan UMKM baik di tingkat daerah dan nasional. Selo, 12-13 Juli 2025
Menyiapkan Model Bisnis Koperasi Merah Putih
Menyiapkan Model Bisnis Koperasi Merah Putih Peluncuran dan Landasan Hukum Koperasi Merah Putih Pemerintah akan meluncurkan 80.000 Koperasi Merah Putih (KMP) secara serentak pada 21 Juli 2025 di Desa Bentangan, Klaten, Jawa Tengah. Pembentukan dan operasionalisasi KMP ini didasarkan pada Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, Peraturan Menteri Hukum RI Nomor 13 Tahun 2025 tentang Pengesahan Koperasi, serta Petunjuk Pelaksanaan Menteri Koperasi RI Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Meskipun landasan hukumnya kuat, model bisnis KMP yang paling sesuai untuk setiap wilayah di Indonesia masih memerlukan kajian dan petunjuk teknis lebih lanjut agar dapat beroperasi secara efektif. Bidang Usaha dan Kelayakan KMP Sebagai jenis koperasi baru, KMP diakui dalam Peraturan Menteri Hukum RI Nomor 13 Tahun 2025 dan memiliki tujuh pilihan gerai bisnis berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Menteri Koperasi RI Nomor 1 Tahun 2025. Gerai-gerai tersebut meliputi sembako, apotek desa, klinik desa, kantor koperasi, unit simpan pinjam, pergudangan dan logistik, serta usaha lain sesuai penugasan pemerintah dan potensi lokal. Pemilihan bisnis KMP harus mempertimbangkan kebutuhan anggota, kelayakan usaha, potensi desa, peluang pasar, dan pengembangan usaha di masa depan. Setiap KMP yang diluncurkan harus memenuhi aspek kelayakan usaha, termasuk aspek pasar, teknis, manajemen, keuangan, legalitas, dan sosial-lingkungan, sehingga harapan masyarakat terhadap KMP untuk pengembangan desa dan peningkatan kesejahteraan adalah wajar dan memiliki dasar yang kuat. Model Bisnis dan Arah Pengembangan KMP Pengurus KMP memiliki keleluasaan untuk memilih dan menerapkan berbagai model bisnis yang tepat dari jenis gerai yang telah ditetapkan, seperti B2B, B2C, Direct Sales, Rental, Peer-to-Peer, Dropship, dan Hybrid, yang dinilai mudah dan cepat direalisasikan. Model-model bisnis ini bertujuan untuk menggerakkan partisipasi aktif anggota sebagai penyedia maupun pelanggan, serta memudahkan pengembangan bisnis dan perluasan jejaring. Selain itu, pengelolaan bisnis KMP wajib mematuhi semua peraturan perundang-undangan yang berlaku, mengacu pada prinsip-prinsip tata kelola bisnis yang baik: transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan keadilan. Kondisi pembentukan KMP yang terstruktur dan dalam waktu singkat, sumber dana dari kredit perbankan dengan jaminan dana desa, serta belum semua SDM pengurus yang tersertifikasi kompetensi, memberikan tantangan besar bagi pengurus dan pengawas KMP. Pengawas KMP yang dijabat oleh kepala desa/lurah juga menambah urgensi koordinasi. Oleh karena itu, pengawas dan pengurus KMP perlu bersinergi untuk mendesain model bisnis yang sesuai dengan potensi lokal dan memastikan pengelolaan yang baik, agar harapan besar masyarakat terhadap KMP dapat terwujud secara nyata, berdampak signifikan, dan berkontribusi pada cita-cita Indonesia Emas 2045 menuju negara yang adil dan makmur. Read More Read More