Penguatan Komunikasi dalam Proyek Strategis Nasional dan Kelangsungan Hidup Petani Suara Petani di Tengah Pembangunan Infrastruktur Pembangunan jalan tol, meskipun menjanjikan kemajuan dan pertumbuhan ekonomi, sering kali menimbulkan dilema besar bagi petani. Lahan sawah yang merupakan warisan turun-temurun dan identitas mereka harus rela tergusur dan diganti dengan aspal mulus. Meski para petani mendapatkan uang ganti rugi yang layak, secara psikologis, mereka merasa senang sekaligus sedih, terutama jika lahan pertanian itu adalah satu-satunya sumber penghidupan keluarga. Pertanyaannya, apakah suara mereka benar-benar didengar saat keputusan ini diambil? Di Klaten, misalnya, ratusan hektare sawah produktif digusur untuk pembangunan jalan tol, meninggalkan para petani dalam kebingungan dan kegamangan. Kesenjangan Komunikasi dan Dampaknya Keresahan ini diperparah oleh minimnya informasi dan komunikasi yang jelas dari pihak pelaksana proyek. Sebuah penelitian oleh Utami, dkk. (2023) menunjukkan bahwa informasi yang diterima petani sering tidak lengkap, terutama terkait besaran dan tahapan ganti rugi. Pertemuan tatap muka yang seharusnya menjadi ruang dialog justru sangat terbatas, menciptakan “cognitive dissonance” atau perasaan tidak nyaman akibat kebingungan. Hal ini disebabkan oleh pendekatan komunikasi yang cenderung satu arah, atau top-down, di mana pemerintah berbicara dan warga hanya mendengarkan. Tanpa empati dan dialog, pola komunikasi seperti ini memicu kecurigaan dan resistensi dari masyarakat yang terdampak. Terobosan untuk Komunikasi Inklusif Untuk memastikan pembangunan berjalan lancar dan humanis, pemerintah perlu beralih ke pola komunikasi dua arah yang konsisten. Ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan tokoh masyarakat lokal sebagai jembatan informasi yang tepercaya. Selain itu, pemerintah dapat mengadakan pertemuan rutin berbasis kelompok tani dan menggunakan teknologi sederhana seperti grup WhatsApp untuk menyebarkan informasi terbaru. Peningkatan kapasitas petani juga penting, misalnya melalui edukasi keuangan dan pelatihan keterampilan baru agar mereka siap menghadapi perubahan mata pencaharian. Langkah-langkah sederhana ini dapat meredam ketegangan dan membangun jembatan menuju penerimaan bersama. Membangun Pembangunan yang Humanis Pembangunan infrastruktur bukanlah sekadar soal beton dan aspal, melainkan juga tentang manusia yang terdampak. Jika pemerintah benar-benar ingin proyek strategis nasional berjalan sukses, mereka harus mulai dengan mendengarkan suara petani. Pembangunan harus menjadi undangan untuk maju bersama, bukan perintah untuk menggusur. Dengan memastikan setiap orang yang terdampak merasa didengar, dihargai, dan dilibatkan sejak awal hingga akhir, kita dapat mewujudkan pembangunan yang inklusif dan partisipatif, di mana kemajuan tidak akan pernah kehilangan akarnya. Read More Read More
Tekanan Efisiensi Fiskal Dan Terobosan Pendapatan Asli Daerah
Tekanan Efisiensi Fiskal Dan Terobosan Pendapatan Asli Daerah Efisiensi Fiskal dan Respons Pemerintah Daerah Pemerintah pusat telah menetapkan efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56 Tahun 2025. Kebijakan ini menyasar belanja kementerian/lembaga dan transfer ke daerah dengan tujuan mengalihkan alokasi pengeluaran untuk mendukung program prioritas nasional. Meskipun kebijakan ini tidak dimaksudkan sebagai kontraksi fiskal, namun menuntut respons cepat dan tepat dari pemerintah daerah. Kesiapan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam menghadapi dinamika ini sangat penting untuk menjaga kesehatan fiskal dan stabilitas ekonomi di daerah masing-masing. Dua Skenario Respons Pemerintah Daerah Dalam merespons kebijakan efisiensi ini, pemerintah daerah memiliki dua pilihan utama. Pertama, bagi mereka yang tidak siap, kecenderungan untuk menaikkan pajak dan retribusi daerah akan muncul, dengan alasan tarif yang sudah lama tidak disesuaikan. Pilihan ini perlu dipertimbangkan ulang karena dapat memberatkan masyarakat dan mengganggu stabilitas ekonomi. Pilihan kedua, yang lebih proaktif, adalah menunda program dan kegiatan yang tidak mendesak. Skenario ini, meskipun berisiko menurunkan aktivitas ekonomi di beberapa sektor, dapat diatasi dengan langkah-langkah efisiensi internal seperti penghematan biaya operasional dan optimalisasi layanan publik melalui media daring. Strategi Mengantisipasi Dampak Negatif Untuk menghadapi potensi penurunan ekonomi dan risiko pengangguran akibat efisiensi, pemerintah daerah dapat mengambil beberapa langkah strategis. Salah satunya adalah mengurangi biaya operasional seperti penghematan listrik, perjalanan dinas, dan konsumsi rapat. Selain itu, penggunaan jasa konsultan harus dibatasi hanya untuk kegiatan yang memiliki dampak langsung terhadap penciptaan aktivitas ekonomi produktif atau penyerapan tenaga kerja. Untuk mengatasi potensi pengangguran, pemerintah daerah dapat mengaktifkan balai latihan kerja yang ada untuk membina korban PHK atau pengangguran usia produktif menjadi wirausaha atau mitra UMKM. Kemitraan dengan asosiasi usaha, perguruan tinggi, dan lembaga pendidikan profesi juga bisa ditingkatkan untuk memanfaatkan sumber daya secara lebih produktif. Terobosan untuk Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Mengingat tantangan ini, pemerintah daerah perlu melakukan terobosan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Terobosan ini mencakup evaluasi menyeluruh terhadap sumber-sumber pendapatan, meluncurkan program pemutihan pajak kendaraan bermotor dan pajak bumi dan bangunan hingga akhir tahun 2025, serta menata ulang retribusi parkir dan reklame dengan sistem daring. Optimalisasi aset daerah juga bisa dilakukan melalui kerja sama dengan asosiasi usaha atau melelang jabatan manajerial aset kepada profesional. Langkah efisiensi lainnya adalah melelang kendaraan dinas yang berusia lebih dari 15 tahun dan membatasi fasilitas kendaraan dinas hanya untuk pejabat eselon tertinggi. Langkah-langkah ini bertujuan memangkas biaya dan meningkatkan pendapatan daerah secara signifikan. Read More Read More
Penerapan Teknologi Tepat Guna untuk Beras Organik di Kabupaten Boyolali
Penerapan Teknologi Tepat Guna untuk Beras Organik di Kabupaten Boyolali Pada tanggal 29 Agustus 2025, Tim Pengabdian Masyarakat PSP-KUMKM LPPM UNS menyerahkan beberapa peralatan untuk meningkatkan kualitas produk beras organik di APOB Kabupaten Boyolali. Alat ini terdiri atas 1 kipas blower dan 2 magnet. Kedua jenis alat ini digunakan untuk menyaring dan membersihkan semua limbah penyerta padi/gabah selama proses penggilingan. Hasil akhir yang akan diperoleh setelah menggunakan alat-alat tersebut adalah produk beras organik yang bersih dan siap dipasarkan. Penyerahan alat-alat tersebut juga sebagai kontribusi dan jawaban langsung atas kebutuhan atau permasalahan APOB untuk menghasilkan kualitas beras organik yang semakin bagus. Tim pengabdian masyarakat yang hadir pada acara ini adalah sebanyak empat orang. Mereka adalah Bapak Malik Cahyadin, Bapak Raden Kunto Adi, Bapak Rendi Fathoni Hadi, dan Ibu Bekti Wahyu Utami. Sementara itu, penerima hibah peralatan Adalah Ketua APOB (Bapak Murbowo). Kipas blower dan magnet akan dirangkai menjadi 1 alat utuh sebagaimana terlihat pada gambar dibawah ini. Rangkaian alat ini memerlukan kerangka kayu sebagai wadah beras yang akan disaring. Penggunaan alat penyaring limbah padi atau gabah ini tidak hanya meningkatkan kualitas beras organik yang dipasarkan oleh APOB tetapi juga menempatkan APOB sebagai penyedia dan pemasar beras organik premium di Kabupaten Boyolali. Wilayah pemasaran Sebagian besar beras organik adalah Jakarta. Harapannya, jangkauan pemasaran beras organik tersebut adalah semau kota-kota besar di Indonesia. Boyolali, 29 Agustu 2025
Capacity Building Oleh PSP-KUMKM LPPM UNS
Capacity Building Oleh PSP-KUMKM LPPM UNS Pengembangan UMKM di Indonesia didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Selanjutnya, pada saat ini, pemerintah telah menetapkan pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih melalui Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Merespon perkembangan keduanya, maka PSP-KUMKM LPPM UNS mengadakan kegiatan Capacity Building untuk para anggota pada tanggal 12-13 Juli 2025. Kegiatan ini diikuti oleh sebagian besar anggota PSP-KUMKM. Pada saat ini, komposisi anggota berdasarkan tingkat pendidikan adalah 3 orang professor, 11 orang doktor, 6 orang sedang studi lanjut program doktor, dan 1 orang magister. Total anggota adalah 21 orang. Para anggota tersebut berasal dari 4 fakultas/sekolah vokasi. Capacity building yang telah dilakukan oleh PSP-KUMKM bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang kebijakan dan perkembangan terkini Koperasi dan UMKM di Indonesia. Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan untuk meningkatkan softskill para anggota dalam bentuk kerjasama tim dan sinergi/kolaborasi dalam pengembangan pusat studi dan pelaksanaan Tri Dharma PT (P2M). Lokasi pelaksanaan kegiatan adalah Villa & Kopi Omah Kita Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Selama kegiatan ini, beberapa materi tentang kelembagaan dan perkembangan kinerja pusat studi juga disampaikan. Pertama, kinerja pusat studi mempunyai indeks sebesar 2.067. Kondisi ini perlu ditingkatkan melalui beberapa cara, yaitu: peningkatan publikasi karya ilmiah di jurnal nasional dan internasional bereputasi dengan mencantumkan afiliasi pusat studi; peningkatan kontrak kerjasama P2M dengan mitra pemerintah daerah dan industri; peningkatan kualitas pengelolaan website PSP-KUMKM dan Jurnal COSMED. Kedua, analisis SWOT lembaga mengarah pada orientasi penguatan dan perluasan kerjasama kemitraan dengan dukungan sertifikasi kompetensi pendamping UMKM dan Koperasi yang telah dimiliki oleh para anggota. Ketiga, roadmap pusat studi menekankan kontribusi PSP-KUMKM yang semakin signifikan dalam pengembangan Koperasi dan UMKM baik di tingkat daerah dan nasional. Selo, 12-13 Juli 2025
Menyiapkan Model Bisnis Koperasi Merah Putih
Menyiapkan Model Bisnis Koperasi Merah Putih Peluncuran dan Landasan Hukum Koperasi Merah Putih Pemerintah akan meluncurkan 80.000 Koperasi Merah Putih (KMP) secara serentak pada 21 Juli 2025 di Desa Bentangan, Klaten, Jawa Tengah. Pembentukan dan operasionalisasi KMP ini didasarkan pada Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, Peraturan Menteri Hukum RI Nomor 13 Tahun 2025 tentang Pengesahan Koperasi, serta Petunjuk Pelaksanaan Menteri Koperasi RI Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Meskipun landasan hukumnya kuat, model bisnis KMP yang paling sesuai untuk setiap wilayah di Indonesia masih memerlukan kajian dan petunjuk teknis lebih lanjut agar dapat beroperasi secara efektif. Bidang Usaha dan Kelayakan KMP Sebagai jenis koperasi baru, KMP diakui dalam Peraturan Menteri Hukum RI Nomor 13 Tahun 2025 dan memiliki tujuh pilihan gerai bisnis berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Menteri Koperasi RI Nomor 1 Tahun 2025. Gerai-gerai tersebut meliputi sembako, apotek desa, klinik desa, kantor koperasi, unit simpan pinjam, pergudangan dan logistik, serta usaha lain sesuai penugasan pemerintah dan potensi lokal. Pemilihan bisnis KMP harus mempertimbangkan kebutuhan anggota, kelayakan usaha, potensi desa, peluang pasar, dan pengembangan usaha di masa depan. Setiap KMP yang diluncurkan harus memenuhi aspek kelayakan usaha, termasuk aspek pasar, teknis, manajemen, keuangan, legalitas, dan sosial-lingkungan, sehingga harapan masyarakat terhadap KMP untuk pengembangan desa dan peningkatan kesejahteraan adalah wajar dan memiliki dasar yang kuat. Model Bisnis dan Arah Pengembangan KMP Pengurus KMP memiliki keleluasaan untuk memilih dan menerapkan berbagai model bisnis yang tepat dari jenis gerai yang telah ditetapkan, seperti B2B, B2C, Direct Sales, Rental, Peer-to-Peer, Dropship, dan Hybrid, yang dinilai mudah dan cepat direalisasikan. Model-model bisnis ini bertujuan untuk menggerakkan partisipasi aktif anggota sebagai penyedia maupun pelanggan, serta memudahkan pengembangan bisnis dan perluasan jejaring. Selain itu, pengelolaan bisnis KMP wajib mematuhi semua peraturan perundang-undangan yang berlaku, mengacu pada prinsip-prinsip tata kelola bisnis yang baik: transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan keadilan. Kondisi pembentukan KMP yang terstruktur dan dalam waktu singkat, sumber dana dari kredit perbankan dengan jaminan dana desa, serta belum semua SDM pengurus yang tersertifikasi kompetensi, memberikan tantangan besar bagi pengurus dan pengawas KMP. Pengawas KMP yang dijabat oleh kepala desa/lurah juga menambah urgensi koordinasi. Oleh karena itu, pengawas dan pengurus KMP perlu bersinergi untuk mendesain model bisnis yang sesuai dengan potensi lokal dan memastikan pengelolaan yang baik, agar harapan besar masyarakat terhadap KMP dapat terwujud secara nyata, berdampak signifikan, dan berkontribusi pada cita-cita Indonesia Emas 2045 menuju negara yang adil dan makmur. Read More Read More
Usaha Peternakan dalam Sistem Pertanian Terpadu Berkelanjutan
Usaha Peternakan dalam Sistem Pertanian Terpadu Berkelanjutan Sistem Pertanian Terpadu Berkelanjutan Sistem pertanian terpadu berkelanjutan hadir sebagai pendekatan holistik yang berupaya mengatasi beragam tantangan modern, termasuk perubahan iklim, degradasi lahan, dan hilangnya keanekaragaman hayati, serta praktik pertanian yang kurang berkelanjutan. Pendekatan ini mengutamakan kelestarian lingkungan, ekonomi, dan sosial, yang sangat penting untuk menjamin ketersediaan pangan berkualitas di tengah peningkatan populasi global. Peningkatan populasi ini berdampak pada eksploitasi sumber daya alam dan pergeseran pola konsumsi yang mengarah pada komoditas pangan berkalori tinggi namun rendah gizi. Tantangan Pertanian Berkelanjutan Pengembangan pertanian berkelanjutan menghadapi lima tantangan utama di era modern. Pertama, penyempitan lahan pertanian produktif akibat praktik intensif seperti monokultur dan penggunaan pupuk kimia berlebihan yang merusak kualitas tanah. Kedua, kelangkaan air menjadi hambatan serius karena sektor pertanian adalah konsumen air tawar terbesar. Ketiga, perubahan iklim merupakan kontributor sekaligus korban dari praktik pertanian modern, menyebabkan emisi gas rumah kaca dan mengganggu produksi pertanian. Keempat, hilangnya keanekaragaman hayati akibat pertanian modern mengurangi sumber daya genetik dan membuat pertanian lebih rentan terhadap hama dan penyakit. Kelima, limbah makanan dalam jumlah besar terbuang sia-sia di seluruh rantai produksi, pemrosesan, transportasi, dan penyimpanan. Urgensi dan Kontribusi Usaha Peternakan Model usaha tani terintegrasi atau terpadu, yang melibatkan sektor pertanian dengan peternakan, dilaporkan dapat meningkatkan produktivitas pertanian secara keseluruhan. Dalam sistem ini, setiap komponen saling melengkapi: ternak menghasilkan kotoran sebagai pupuk organik untuk tanaman, sedangkan limbah tanaman dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Integrasi ini tidak hanya mengoptimalkan pemanfaatan lahan dan mengurangi risiko gagal panen, tetapi juga meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Ternak, khususnya ruminansia, memainkan peran krusial tidak hanya sebagai penghasil bahan pangan hewani, tetapi juga sebagai bagian integral dari sistem pertanian yang berkelanjutan. Secara lebih rinci, kontribusi penting usaha peternakan dalam sistem pertanian terpadu berkelanjutan di era modern meliputi pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan ternak, yang mengubah limbah menjadi produk bernilai tinggi sekaligus mengurangi biaya pakan. Peternakan juga berperan sebagai “industri pupuk bergerak” dengan menyediakan pupuk organik berkualitas dari kotoran ternak, sehingga mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia. Selain itu, peternakan dapat membantu mengendalikan hama dan penyakit tanaman secara biologis, meningkatkan keanekaragaman hayati dengan memelihara berbagai jenis ternak dan tanaman, serta berfungsi sebagai penghasil energi terbarukan melalui produksi biogas dari kotoran ternak. Read More Read More
Pupuk Organik: Cuan dan Pelestarian Lingkungan
Pupuk Organik: Cuan dan Pelestarian Lingkungan Pupuk organik menjadi solusi atas permasalahan pupuk kimiawi, seperti distribusi tidak tepat, kelangkaan, harga fluktuatif, serta dampak lingkungan seperti pencemaran air dan penurunan kesuburan tanah. Dengan konsumsi pupuk di Indonesia mencapai 308 kg/hektare pada 2022, peluang bisnis pupuk organik sangat menjanjikan, terutama di pedesaan. Proses produksinya sederhana, memanfaatkan limbah ternak dan bahan tanaman yang melimpah, dengan modal terjangkau untuk skala rumahan. Contohnya, Kelompok Taruna Tani Lestari di Karanganyar mengolah 50 ton limbah ternak menjadi 30 ton pupuk organik, dijual Rp30.000/sack dengan HPP Rp22.000/sack, menghasilkan keuntungan sekaligus mengurangi limbah dan membuka lapangan kerja. Usaha pupuk organik mendukung ekonomi sirkular, di mana limbah ternak diolah menjadi pupuk yang kembali digunakan petani, seperti di Desa Gentungan, di mana peternak mendapat Rp100.000 per pikap limbah ternak. Pupuk organik juga ramah lingkungan, meningkatkan struktur tanah, aerasi, drainase, dan kemampuan menahan air, serta mendukung mikroorganisme tanah untuk kesuburan alami. Selain itu, pupuk organik mengurangi emisi gas rumah kaca seperti metana, meningkatkan penyerapan karbon, dan menghasilkan produk pertanian yang lebih sehat dan produktif, mendukung keberlanjutan pertanian dan pelestarian lingkungan di Indonesia. Read More Read More
PSP-KUMKM LPPM UNS BERKUNJUNG KE DINAS PERDAGANGAN, KOPERASI, DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH KABUPATEN WONOGIRI
PSP-KUMKM LPPM UNS BERKUNJUNG KE DINAS PERDAGANGAN, KOPERASI, DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH KABUPATEN WONOGIRI Pada hari Kamis 12 Juni 2025 Pengurus PSP-KUMKM LPPM UNS mengadakan kunjungan ke Dinas Perdagangan, Koperasi, dan Usaha Kecil dan Menengah Kabupaten Wonogiri. Rombongan PSP-KUMKM diterima oleh Kepala Dinas dan Pimpinan Bidang Koperasi- UKM. Kami berdiskusi terkait dengan perkembangan dan pengembangan Koperasi dan UMKM Wonogiri. Pihak dinas mendeskripsikan perkembangan dan pengembangan UMKM dan koperasi di Kabupaten Wonogiri. Pengembangan UMKM dilakukan bersifat pusat pengembangan bukan klaster. Hal ini dilakukan karena pendekatan yang relatif mudah dijalankan adalah UMKM terpusat, misal UMKM berbasis wilayah perdesaan (di satu desa). Pihak dinas telah berupaya maksimal untuk melakukan berbagai fasilitasi pendampingan dan pelatihan kewirausahaan terhadap para pelaku UMKM. Selain itu, pihak dinas juga sangat terbuka terhadap berbagai peluang kolaborasi/kerjasama dengan perguruan tinggi dalam pengembangan UMKM. Peluang kolaborasi/kerjasama dengan perguruan tinggi diperlukan untuk mendorong kualitas kewirausahaan dan proses inovasi bisnis di semua UMKM di Wonogiri. Selanjutnya, pihak dinas telah melakukan proses fasilitasi pembentukan Koperasi Merah Putih (KMP). Proses ini dilakukan secara berhati-hati untuk menghindari kesalahan atau pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang ada. Dalam rangka meningkatkan literasi dan inklusi para pengelola dan pengurus KMP maka pihak dinas akan mengadakan kegiatan pelatihan dan pendampingan usaha. Salah satu ide yang menarik dari proses diskusi di kantor dinas adalah KMP dapat menjadi pusat pengembangan UMKM sehingga peran KMP adalah klaster UMKM. Selanjutnya, KMP juga dapat melakukan kolaborasi antar KMP di Wonogiri sehingga akan terbentuk ekosistem bisnis KMP yang terintegrasi dan efisien. Secara khusus, pihak dinas dan PSP-KUMKM LPPM UNS membuka diri untuk menjalin kolaborasi secara teknis/nyata terkait pengembangan UMKM dan koperasi (terutama KMP). Kolaborasi ini tidak hanya terikat oleh pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi tetapi peluang kolaborasi lain yang diperlukan oleh kedua pihak. Selain itu, pihak dinas juga berharap ada tindak lanjut dalam jangka pendek antar-kedua pihak dari hasil kunjungan yang telah dilakukan. Kamis, 12 Juni 2025
PSP-KUMKM LPPM UNS BERKUNJUNG KE DINAS KOPERASI, USAHA KECIL DAN MENENGAH, DAN PERDAGANGAN KABUPATEN SUKOHARJO
PSP-KUMKM LPPM UNS BERKUNJUNG KE DINAS KOPERASI, USAHA KECIL DAN MENENGAH, DAN PERDAGANGAN KABUPATEN SUKOHARJO Pada hari Rabu 11 Juni 2025 Pengurus PSP-KUMKM LPPM UNS mengadakan kunjungan ke Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, dan Perdagangan Kabupaten Sukoharjo. Rombongan PSP-KUMKM diterima oleh Pimpinan Bidang UKM dan Bidang Koperasi. Kami berdiskusi terkait dengan perkembangan dan pengembangan Koperasi dan UMKM Sukoharjo. Pihak dinas mendeskripsikan perkembangan dan pengembangan UMKM berbasis klaster dan koperasi di Kabupaten Sukoharjo. Pengembangan UMKM berbasis klaster dipilih karena lebih memudahkan dalam proses pendampingan, pemberian fasilitas usaha, dan kemampuan menciptakan daya saing baik di pasar nasional dan internasional. Pada saat ini UMKM rotan berbasis klaster juga difasilitasi untuk mempunyai koperasi. Kondisi ini mengarah pada integrasi bisnis antara klaster bisnis UMKM dan koperasi. Selanjutnya, pengembangan dan pendampingan koperasi dilakukan dalam bentuk dua hal. Pertama, pendampingan koperasi yang telah ada supaya memenuhi dan menjalankan prinsip-prinsip bisnis dan organisasi perkoperasian mengikuti peraturan perundang-undangan. Kedua, proses pembentukan/pengembangan Koperasi Merah Putih (KMP). Proses ini dilakukan secara berhati-hati untuk menghindari kesalahan atau pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang ada. Koskuensinya, proses penyelesaian kelembagaan KMP relatif berjalan pelan. Secara khusus, pihak dinas dan PSP-KUMKM LPPM UNS membuka diri untuk menjalin kolaborasi secara teknis/nyata terkait pengembangan UMKM dan koperasi (terutama KMP). Kolaborasi ini tidak hanya terikat oleh pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi tetapi peluang kolaborasi lain yang diperlukan oleh kedua pihak. Selain itu, pihak dinas juga berharap ada tindak lanjut dalam jangka pendek antar-kedua pihak dari hasil kunjungan yang telah dilakukan. Rabu, 11 Juni 2025
Tim Pengabdian PSP-KUMKM LPPM UNS Melakukan Pelatihan dan Pendampingan Pembuatan Pupuk Organik di APOB Boyolali
Tim Pengabdian PSP-KUMKM LPPM UNS Melakukan Pelatihan dan Pendampingan Pembuatan Pupuk Organik di APOB Boyolali Pada tanggal 31 Mei 2025 Tim Pengabdian PSP-KUMKM LPPM UNS mengadakan pelatihan dan pendampingan pembuatan pupuk organik di Koperasi Produsen Beras Organik Boyolali (APOB). Kegiatan ini diikuti oleh sekitar 15 orang anggota dan pengurus APOB. Nara sumber kegiatan adalah IR. Aktavia Herawati SP., M.Sc. dari Fakultas Pertanian UNS dan Anggota PSP-KUMKM. Beberapa materi yang disampaikan oleh narasumber adalah beberapa pupuk organik yang dapat dibuat dan digunakan oleh para petani beras organik adalah pupuk kandang, pupuk hayati, pupuk cair, biochar, dan pupuk hijau. Bahan-bahan pembuatan pupuk tersebut adalah tersedia di lingkungan para petani berada/bertempat tinggal. Pada sesi akhir, narasumber dan para petani organik mempraktikkan pembuatan pupuk organik secara sederhana. Bahan-bahan praktik pupuk organik terdiri atas kotoran hewan cair/padat, kulit atau sisa penggilingan padi, air tebu, dan air bersih. Hasil akhir pupuk ini masih kurang sempurna karena para petani memerlukan alat produksi pemadatan pupuk organik menjadi butiran-butiran pupuk yang mudah disebarkan ke sawah dan tidak terbang oleh hembusan angin. Oleh sebab itu, dimasa datang para petani berharap dapat memperoleh alat pembuatan dan pemadatan pupuk organik. Sabtu, 31 Mei 2025