Suara Petani di Tengah Pembangunan Infrastruktur
Pembangunan jalan tol, meskipun menjanjikan kemajuan dan pertumbuhan ekonomi, sering kali menimbulkan dilema besar bagi petani. Lahan sawah yang merupakan warisan turun-temurun dan identitas mereka harus rela tergusur dan diganti dengan aspal mulus. Meski para petani mendapatkan uang ganti rugi yang layak, secara psikologis, mereka merasa senang sekaligus sedih, terutama jika lahan pertanian itu adalah satu-satunya sumber penghidupan keluarga. Pertanyaannya, apakah suara mereka benar-benar didengar saat keputusan ini diambil? Di Klaten, misalnya, ratusan hektare sawah produktif digusur untuk pembangunan jalan tol, meninggalkan para petani dalam kebingungan dan kegamangan.
Kesenjangan Komunikasi dan Dampaknya
Keresahan ini diperparah oleh minimnya informasi dan komunikasi yang jelas dari pihak pelaksana proyek. Sebuah penelitian oleh Utami, dkk. (2023) menunjukkan bahwa informasi yang diterima petani sering tidak lengkap, terutama terkait besaran dan tahapan ganti rugi. Pertemuan tatap muka yang seharusnya menjadi ruang dialog justru sangat terbatas, menciptakan “cognitive dissonance” atau perasaan tidak nyaman akibat kebingungan. Hal ini disebabkan oleh pendekatan komunikasi yang cenderung satu arah, atau top-down, di mana pemerintah berbicara dan warga hanya mendengarkan. Tanpa empati dan dialog, pola komunikasi seperti ini memicu kecurigaan dan resistensi dari masyarakat yang terdampak.
Terobosan untuk Komunikasi Inklusif
Untuk memastikan pembangunan berjalan lancar dan humanis, pemerintah perlu beralih ke pola komunikasi dua arah yang konsisten. Ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan tokoh masyarakat lokal sebagai jembatan informasi yang tepercaya. Selain itu, pemerintah dapat mengadakan pertemuan rutin berbasis kelompok tani dan menggunakan teknologi sederhana seperti grup WhatsApp untuk menyebarkan informasi terbaru. Peningkatan kapasitas petani juga penting, misalnya melalui edukasi keuangan dan pelatihan keterampilan baru agar mereka siap menghadapi perubahan mata pencaharian. Langkah-langkah sederhana ini dapat meredam ketegangan dan membangun jembatan menuju penerimaan bersama.
Membangun Pembangunan yang Humanis
Pembangunan infrastruktur bukanlah sekadar soal beton dan aspal, melainkan juga tentang manusia yang terdampak. Jika pemerintah benar-benar ingin proyek strategis nasional berjalan sukses, mereka harus mulai dengan mendengarkan suara petani. Pembangunan harus menjadi undangan untuk maju bersama, bukan perintah untuk menggusur. Dengan memastikan setiap orang yang terdampak merasa didengar, dihargai, dan dilibatkan sejak awal hingga akhir, kita dapat mewujudkan pembangunan yang inklusif dan partisipatif, di mana kemajuan tidak akan pernah kehilangan akarnya.
Lt 2 LPPM UNS
Jl. Ir. Sutami 36 A. Surakarta, 57126
No telp : 0271 632916
fax : 0271 632368
Email : pspkumkm@unit.uns.ac.id