Menyiapkan Model Bisnis Koperasi Merah Putih Peluncuran dan Landasan Hukum Koperasi Merah Putih Pemerintah akan meluncurkan 80.000 Koperasi Merah Putih (KMP) secara serentak pada 21 Juli 2025 di Desa Bentangan, Klaten, Jawa Tengah. Pembentukan dan operasionalisasi KMP ini didasarkan pada Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, Peraturan Menteri Hukum RI Nomor 13 Tahun 2025 tentang Pengesahan Koperasi, serta Petunjuk Pelaksanaan Menteri Koperasi RI Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Meskipun landasan hukumnya kuat, model bisnis KMP yang paling sesuai untuk setiap wilayah di Indonesia masih memerlukan kajian dan petunjuk teknis lebih lanjut agar dapat beroperasi secara efektif. Bidang Usaha dan Kelayakan KMP Sebagai jenis koperasi baru, KMP diakui dalam Peraturan Menteri Hukum RI Nomor 13 Tahun 2025 dan memiliki tujuh pilihan gerai bisnis berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Menteri Koperasi RI Nomor 1 Tahun 2025. Gerai-gerai tersebut meliputi sembako, apotek desa, klinik desa, kantor koperasi, unit simpan pinjam, pergudangan dan logistik, serta usaha lain sesuai penugasan pemerintah dan potensi lokal. Pemilihan bisnis KMP harus mempertimbangkan kebutuhan anggota, kelayakan usaha, potensi desa, peluang pasar, dan pengembangan usaha di masa depan. Setiap KMP yang diluncurkan harus memenuhi aspek kelayakan usaha, termasuk aspek pasar, teknis, manajemen, keuangan, legalitas, dan sosial-lingkungan, sehingga harapan masyarakat terhadap KMP untuk pengembangan desa dan peningkatan kesejahteraan adalah wajar dan memiliki dasar yang kuat. Model Bisnis dan Arah Pengembangan KMP Pengurus KMP memiliki keleluasaan untuk memilih dan menerapkan berbagai model bisnis yang tepat dari jenis gerai yang telah ditetapkan, seperti B2B, B2C, Direct Sales, Rental, Peer-to-Peer, Dropship, dan Hybrid, yang dinilai mudah dan cepat direalisasikan. Model-model bisnis ini bertujuan untuk menggerakkan partisipasi aktif anggota sebagai penyedia maupun pelanggan, serta memudahkan pengembangan bisnis dan perluasan jejaring. Selain itu, pengelolaan bisnis KMP wajib mematuhi semua peraturan perundang-undangan yang berlaku, mengacu pada prinsip-prinsip tata kelola bisnis yang baik: transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan keadilan. Kondisi pembentukan KMP yang terstruktur dan dalam waktu singkat, sumber dana dari kredit perbankan dengan jaminan dana desa, serta belum semua SDM pengurus yang tersertifikasi kompetensi, memberikan tantangan besar bagi pengurus dan pengawas KMP. Pengawas KMP yang dijabat oleh kepala desa/lurah juga menambah urgensi koordinasi. Oleh karena itu, pengawas dan pengurus KMP perlu bersinergi untuk mendesain model bisnis yang sesuai dengan potensi lokal dan memastikan pengelolaan yang baik, agar harapan besar masyarakat terhadap KMP dapat terwujud secara nyata, berdampak signifikan, dan berkontribusi pada cita-cita Indonesia Emas 2045 menuju negara yang adil dan makmur. Read More Read More
Usaha Peternakan dalam Sistem Pertanian Terpadu Berkelanjutan
Usaha Peternakan dalam Sistem Pertanian Terpadu Berkelanjutan Sistem Pertanian Terpadu Berkelanjutan Sistem pertanian terpadu berkelanjutan hadir sebagai pendekatan holistik yang berupaya mengatasi beragam tantangan modern, termasuk perubahan iklim, degradasi lahan, dan hilangnya keanekaragaman hayati, serta praktik pertanian yang kurang berkelanjutan. Pendekatan ini mengutamakan kelestarian lingkungan, ekonomi, dan sosial, yang sangat penting untuk menjamin ketersediaan pangan berkualitas di tengah peningkatan populasi global. Peningkatan populasi ini berdampak pada eksploitasi sumber daya alam dan pergeseran pola konsumsi yang mengarah pada komoditas pangan berkalori tinggi namun rendah gizi. Tantangan Pertanian Berkelanjutan Pengembangan pertanian berkelanjutan menghadapi lima tantangan utama di era modern. Pertama, penyempitan lahan pertanian produktif akibat praktik intensif seperti monokultur dan penggunaan pupuk kimia berlebihan yang merusak kualitas tanah. Kedua, kelangkaan air menjadi hambatan serius karena sektor pertanian adalah konsumen air tawar terbesar. Ketiga, perubahan iklim merupakan kontributor sekaligus korban dari praktik pertanian modern, menyebabkan emisi gas rumah kaca dan mengganggu produksi pertanian. Keempat, hilangnya keanekaragaman hayati akibat pertanian modern mengurangi sumber daya genetik dan membuat pertanian lebih rentan terhadap hama dan penyakit. Kelima, limbah makanan dalam jumlah besar terbuang sia-sia di seluruh rantai produksi, pemrosesan, transportasi, dan penyimpanan. Urgensi dan Kontribusi Usaha Peternakan Model usaha tani terintegrasi atau terpadu, yang melibatkan sektor pertanian dengan peternakan, dilaporkan dapat meningkatkan produktivitas pertanian secara keseluruhan. Dalam sistem ini, setiap komponen saling melengkapi: ternak menghasilkan kotoran sebagai pupuk organik untuk tanaman, sedangkan limbah tanaman dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Integrasi ini tidak hanya mengoptimalkan pemanfaatan lahan dan mengurangi risiko gagal panen, tetapi juga meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Ternak, khususnya ruminansia, memainkan peran krusial tidak hanya sebagai penghasil bahan pangan hewani, tetapi juga sebagai bagian integral dari sistem pertanian yang berkelanjutan. Secara lebih rinci, kontribusi penting usaha peternakan dalam sistem pertanian terpadu berkelanjutan di era modern meliputi pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan ternak, yang mengubah limbah menjadi produk bernilai tinggi sekaligus mengurangi biaya pakan. Peternakan juga berperan sebagai “industri pupuk bergerak” dengan menyediakan pupuk organik berkualitas dari kotoran ternak, sehingga mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia. Selain itu, peternakan dapat membantu mengendalikan hama dan penyakit tanaman secara biologis, meningkatkan keanekaragaman hayati dengan memelihara berbagai jenis ternak dan tanaman, serta berfungsi sebagai penghasil energi terbarukan melalui produksi biogas dari kotoran ternak. Read More Read More
Pupuk Organik: Cuan dan Pelestarian Lingkungan
Pupuk Organik: Cuan dan Pelestarian Lingkungan Pupuk organik menjadi solusi atas permasalahan pupuk kimiawi, seperti distribusi tidak tepat, kelangkaan, harga fluktuatif, serta dampak lingkungan seperti pencemaran air dan penurunan kesuburan tanah. Dengan konsumsi pupuk di Indonesia mencapai 308 kg/hektare pada 2022, peluang bisnis pupuk organik sangat menjanjikan, terutama di pedesaan. Proses produksinya sederhana, memanfaatkan limbah ternak dan bahan tanaman yang melimpah, dengan modal terjangkau untuk skala rumahan. Contohnya, Kelompok Taruna Tani Lestari di Karanganyar mengolah 50 ton limbah ternak menjadi 30 ton pupuk organik, dijual Rp30.000/sack dengan HPP Rp22.000/sack, menghasilkan keuntungan sekaligus mengurangi limbah dan membuka lapangan kerja. Usaha pupuk organik mendukung ekonomi sirkular, di mana limbah ternak diolah menjadi pupuk yang kembali digunakan petani, seperti di Desa Gentungan, di mana peternak mendapat Rp100.000 per pikap limbah ternak. Pupuk organik juga ramah lingkungan, meningkatkan struktur tanah, aerasi, drainase, dan kemampuan menahan air, serta mendukung mikroorganisme tanah untuk kesuburan alami. Selain itu, pupuk organik mengurangi emisi gas rumah kaca seperti metana, meningkatkan penyerapan karbon, dan menghasilkan produk pertanian yang lebih sehat dan produktif, mendukung keberlanjutan pertanian dan pelestarian lingkungan di Indonesia. Read More Read More
Sejarah Baru Kolaborasi TTI
Sejarah Baru Kolaborasi TTI Kolaborasi Ekonomi Soloraya melalui SRGS 2025Soloraya Great Sale (SRGS) 2025 menjadi tonggak sejarah baru dalam kolaborasi ekonomi sektor teknologi, perdagangan, dan investasi (TTI) di Soloraya. Melibatkan tujuh pemerintah daerah, SRGS 2025 bertujuan memaksimalkan potensi perdagangan besar dan eceran untuk kebutuhan kawasan, provinsi, nasional, hingga internasional. Kolaborasi ini juga berfungsi sebagai sistem peringatan dini terhadap tekanan perdagangan global, dengan Kota Solo sebagai pusat perdagangan yang bersinergi dengan enam daerah penyangga. Manfaat dan Potensi Investasi TTISRGS 2025 tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, tetapi juga menjadi indikator kepercayaan investor dan kualitas iklim bisnis. Setiap daerah di Soloraya memiliki potensi TTI yang unik, seperti investasi di sumber daya manusia dan kesehatan di Kota Solo, didukung oleh keberadaan universitas dan rumah sakit. Kolaborasi ini juga mempromosikan pariwisata berkelanjutan dengan menjaga kelestarian lingkungan dan tata ruang wilayah yang konsisten. Visi Jangka Panjang dan KeberlanjutanKolaborasi TTI melalui SRGS 2025 diharapkan menjadi model bisnis yang efisien, efektif, inklusif, dan berkelanjutan menuju Indonesia Emas 2045. Rencana pembentukan satgas bersama untuk promosi dan pengembangan investasi, seperti investor gathering and corporate forum (IGCF), akan memperkuat sinergi antardaerah. Keberlanjutan SRGS di tahun-tahun berikutnya, seperti SRGS 2026, menegaskan komitmen untuk mempertahankan momentum kolaborasi ekonomi di Soloraya Read More
Artificial Intelligence: Teknologi dalam Kontroversi
Artificial Intelligence: Teknologi dalam Kontroversi Dampak dan Kontroversi AI Kemajuan kecerdasan buatan (AI) telah mempermudah berbagai aspek kehidupan, namun juga memicu kontroversi. AI dimanfaatkan di bidang pendidikan, seni, dan kesehatan, tetapi kehadirannya menimbulkan kekhawatiran, terutama terkait hilangnya pekerjaan. Contohnya, penggunaan AI untuk ilustrasi kover buku oleh penerbit independen menuai kritik karena dianggap mengurangi peluang seniman manusia. Manfaat AI di Berbagai SektorAI menawarkan efisiensi dan inovasi, seperti dalam pendidikan yang meningkatkan proses pembelajaran, meskipun berisiko menyebabkan kecanduan teknologi pada anak-anak. Di sektor peternakan, teknologi seperti inseminasi buatan berbasis AI membantu meningkatkan populasi dan kualitas genetik sapi dengan biaya lebih rendah. Namun, penerapan ini memerlukan pengelolaan dan pendampingan yang baik untuk hasil optimal. Tantangan Regulasi dan KeseimbanganKontroversi AI menuntut keseimbangan antara pemanfaatan teknologi dan mitigasi dampak negatifnya. Adaptasi hukum diperlukan untuk melindungi pekerja dari eksploitasi dan kehilangan pekerjaan akibat otomatisasi. Tanggung jawab dalam mengatur penerapan AI menjadi krusial untuk memastikan teknologi ini memberikan manfaat tanpa mengorbankan nilai kemanusiaan dan peluang kerja. Read More
Menggeliatkan Usaha Sarung Tenun Goyor di Era Digitalisasi
Menggeliatkan Usaha Sarung Tenun Goyor di Era Digitalisasi Warisan Budaya dan Tantangan Sarung Tenun GoyorSarung tenun goyor, produk warisan leluhur berbasis alat tenun bukan mesin (ATBM), terbuat dari benang rayon dengan serat alami Eucalyptus dan Abaca yang halus dan lentur, nyaman dipakai di segala musim. Sentra produksi di Jawa Tengah seperti Klaten, Pemalang, Tegal, dan Jepara memiliki kekhasan motif dan teknik, namun menghadapi tantangan besar di era digitalisasi. Persaingan pasar yang ketat, teknologi ATBM yang belum efisien, dan munculnya sarung tenun printing serta produksi massal berbasis mesin (ATM) dengan harga lebih murah mengancam kelangsungan usaha ini, berisiko memudarkan budaya lokal jika tidak diatasi. Tantangan Teknologi dan Persaingan PasarTeknologi ATBM belum mengalami modifikasi sejak zaman leluhur, menyebabkan produksi bergantung pada ketangkasan tenaga kerja dan kurang efisien dibandingkan mesin tenun yang menghasilkan kain konsisten dengan harga lebih rendah. Sarung tenun printing yang jauh lebih murah juga menarik konsumen yang mengutamakan harga ketimbang nilai seni. Untuk meningkatkan efisiensi, modifikasi ATBM perlu dikembangkan melalui kolaborasi dengan lembaga penelitian dan pemerintah. Meski sulit, keyakinan dan semangat untuk menghasilkan produk berkualitas dapat mendorong inovasi teknologi tepat guna yang mendukung keberlanjutan usaha. Strategi Pengembangan dan Peluang PasarUntuk bertahan di pasar kompetitif, produsen sarung tenun goyor ATBM perlu menargetkan segmen pasar yang menghargai nilai seni, seperti kawasan wisata di Bali, Lombok, Jakarta, dan pasar mancanegara seperti Arab Saudi dan Afrika. Tren konsumsi barang tahan lama dengan harga premium mendukung potensi pasar yang besar. Digitalisasi branding perusahaan dan peran SDM dalam mempromosikan produk ke buyer internasional menjadi kunci untuk meningkatkan penjualan. Dengan mengoptimalkan keunggulan komparatif dan kompetitif, usaha ini dapat memperluas pasar, menjaga warisan budaya, dan meningkatkan omset secara berkelanjutan. Read More
Sinergi Bisnis Koperasi Merah Putih Dan Bumdes
Sinergi Bisnis Koperasi Merah Putih Dan Bumdes Urgensi Koperasi Merah Putih dan BUMDesPemerintah meluncurkan Koperasi Merah Putih (KMP) Desa/Kelurahan pada 21 April 2025 melalui situs https://kopdesmerahputih.kop.id/, dengan target 80.000 unit usaha dan kebutuhan modal hingga Rp400 triliun, sesuai Inpres No. 9 Tahun 2025. Di sisi lain, sekitar 64.000 BUMDes telah berdiri berdasarkan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. KMP dan BUMDes memiliki potensi besar untuk mempercepat pembangunan desa yang inklusif dan mendukung SDGs Desa, SDGs Nasional 2030, serta visi Indonesia Emas 2045, asalkan tata kelola keduanya dirancang secara terpisah, jelas, dan terukur untuk menghindari konflik dalam pengelolaan potensi ekonomi desa. Model Sinergi BisnisSinergi KMP dan BUMDes dapat dilakukan melalui strategi jangka panjang seperti penyusunan Rencana Strategis (Renstra) dan Peta Jalan Pengembangan Bisnis menuju Indonesia Emas 2045, serta strategi pasar menggunakan Business Model Canvas (BMC), penguatan tata kelola organisasi, dan optimalisasi operasional dengan manajemen mutu bisnis. Pemerintah perlu menyusun Peta Jalan KMP dan BUMDes yang terintegrasi dengan komponen SDGs Desa untuk memastikan sinergi yang berkelanjutan. Kolaborasi dengan perguruan tinggi dan DEKOPIN juga diperlukan untuk meningkatkan literasi masyarakat dan perangkat desa tentang kedua entitas ini. Kompetensi SDM dan Peran Pemangku KepentinganKeberhasilan KMP dan BUMDes bergantung pada kompetensi dan integritas SDM pengelola, yang sering kali menjadi kendala akibat kurangnya kesiapan dan jumlah SDM berkualitas. Keterlibatan pemangku kepentingan seperti lembaga sertifikasi kompetensi, perguruan tinggi, media, dan penegak hukum sangat penting untuk menyediakan SDM yang kompeten dan berintegritas, serta meningkatkan literasi tata kelola bisnis. Di tingkat kabupaten/kota, KMP dan BUMDes dapat mendukung program pengentasan kemiskinan dan makan bergizi gratis, dengan pengawasan dari organisasi perangkat daerah terkait. Read More
Usaha Menengah dalam Program MBG: Proses Industrialisasi Sektor Pangan dan Gizi
Usaha Menengah dalam Program MBG: Proses Industrialisasi Sektor Pangan dan Gizi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dimulai pada 6 Januari 2025 menghadapi tantangan dalam pengelolaan dan penerapan, terutama terkait ketersediaan dana awal dan kesiapan mitra, yaitu Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Usaha Menengah (UM) diusulkan sebagai mitra ideal karena memiliki modal dan likuiditas yang memadai untuk mendukung skema pembayaran tangguh atau reimburse, sehingga meringankan beban Badan Gizi Nasional (BGN). Keterlibatan UM swasta, bukan bentukan BGN, juga akan memperkuat fokus BGN dan membuka ruang lebih besar bagi aktivitas bisnis swasta, serta menyerap tenaga kerja muda berprestasi. Program MBG yang melibatkan UM berkontribusi pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) dan visi Indonesia Emas 2045. Desain pembayaran reimburse dengan UM sebagai SPPG akan mempermudah administrasi BGN dan meningkatkan tanggung jawab mitra. Skema ini juga memungkinkan penyerapan tenaga kerja muda terdidik, sejalan dengan TPB dan visi Indonesia Emas 2045. BGN perlu mengambil langkah strategis seperti memilih UM swasta sebagai SPPG, mendesain skema pembayaran yang efisien, bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk program magang, mendorong penyerapan tenaga kerja muda, mendukung UM sebagai penyedia bahan pangan lokal, dan membuat peta jalan MBG hingga tahun 2045. Read More
FRUGAL INNOVATION: STRATEGI KEBERLANJUTAN BISNIS UMKM
FRUGAL INNOVATION: STRATEGI KEBERLANJUTAN BISNIS UMKM Perubahan lingkungan bisnis yang semakin ketat menuntut Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk beradaptasi dan meningkatkan daya saing. Frugal Innovation (FI) atau inovasi hemat menjadi solusi krusial bagi UMKM untuk bertahan dan berkembang, terutama pasca pandemi. FI berorientasi pada minimisasi biaya, fokus pada fungsi utama produk, dan mendorong peningkatan kinerja bisnis. Penerapan FI dapat dilakukan melalui adopsi e-commerce, kolaborasi antar UMKM, dan inovasi produk yang terjangkau seperti kopi mobile. Adopsi FI membutuhkan proses yang tidak instan, tetapi dapat didorong melalui keselarasan dengan nilai bisnis, kepemimpinan yang adaptif, pemikiran out-of-the-box, efisiensi biaya produksi, pengayaan literasi inovasi, dan pemanfaatan platform digital. Untuk mendorong keberlanjutan bisnis UMKM melalui FI, diperlukan peran aktif dari berbagai pihak. Penguatan literasi inovasi, aktivasi peran komunitas bisnis, dukungan pemerintah dalam pembiayaan, peran media digital sebagai sumber pengetahuan, dan penguatan karakter kewirausahaan menjadi strategi penting. Penekanan pada karakter pengusaha yang transformatif dan kuat menjadi modal organisasi untuk mengelola sumber daya secara optimal dan berorientasi pada keberlanjutan bisnis. Read More
Industry Chain Theory: Interkoneksi Koperasi dan Klaster UMKM
Industry Chain Theory: Interkoneksi Koperasi dan Klaster UMKM Pemerintah tengah mengembangkan strategi inovatif untuk memperkuat interkoneksi antara koperasi dan klaster Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) melalui pendekatan Industry Chain Theory (ICT).Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021, kedua lembaga ekonomi ini diharapkan dapat bersinergi secara lebih efektif. Tujuan utamanya adalah mendukung penguatan kelembagaan, modernisasi organisasi, dan pengembangan ekonomi rakyat. Pakar ekonomi dari Universitas Sebelas Maret, Malik Cahyadin, menjelaskan bahwa interkoneksi ini memiliki potensi besar dalam mendukung program strategis nasional, terutama dalam ketahanan pangan, program gizi, dan peningkatan daya saing ekonomi. Strategi yang diusulkan meliputi tiga pendekatan utama: pendekatan teori, kebijakan, dan empiris. Klaster UMKM dipandang sebagai instrumen penting untuk pengendalian inflasi dan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Salah satu terobosan kunci adalah melibatkan generasi muda melalui rekrutmen dari sekolah kejuruan, vokasi, dan perguruan tinggi. Mereka akan dibekali sertifikasi kompetensi bisnis untuk menjamin daya saing di tingkat nasional dan internasional. Pemerintah optimistis bahwa pendekatan ini dapat menjadi solusi strategis dalam mengentaskan kemiskinan, memperluas lapangan kerja, dan mengurangi kesenjangan ekonomi. Ke depan, pemerintah berencana memperluas program KUR Klaster ke seluruh sektor UMKM dan terus mendorong modernisasi lembaga ekonomi rakyat. Read More